Minggu, 18 Mei 2008

Perdagangan Satwa Dilindungi itu Kriminal

Salah satu pemicu maraknya perdagangan satwa liar di Indonesia adalah lemahnya penegakan hukum yang melindungi satwa liar. Perdagangan satwa liar yang dilindungi undang-undang terjadi dengan terbuka di sejumlah tempat. Sangat mudah menemukan satwa langka dilindungi yang dijual di banyak pasar burung seperti Pasar Burung Pramuka dan Bratang Surabaya.

Menurut Undang-Undang nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perdagangan dan kepemilikan satwa dilindungi adalah dilarang (pasal 21). Pelanggar dari ketentuan tersebut dapat dikenakan pidana penjara 5 tahun dan denda maksimum Rp 100 juta (pasal 40). Dengan demikian perdagangan satwa liar yang dilindungi adalah sebuah tindakan kriminal.

Dalam lima tahun terakhir ini usaha untuk menegakan hukum yang melindungi satwa liar mulai meningkat, meski terkesan masih setengah hati. Beberapa pedagang satwa dilindungi telah divonis penjara, meski tidak maksimal. Perdagangan ilegal satwa liar akan sulit diberantas, ketika aparat penegak hukum justru terlibat dalam bisnis bernilai milyaran rupiah ini. Keberanian dan keseriusan polisi dan Departemen Kehutanan dalam melawan mafia perdagangan satwa liar menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menghentikan perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi undang-undang.

Dalam sepuluh tahun terakhir ini ProFauna Indonesia secara rutin melakukan investigasi dan mengumpulkan data tentang perdagangan satwa liar di seluruh Indonesia. Sebagian besar investigasi ini dilengkapi dengan bukti film yang tidak terbantahkan. Beberapa fakta tentang perdagangan satwa liar di Indonesia antara lain;

Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)
Sedikitnya 2500 lutung jawa (Tachypithecus auratus) setiap tahunnya diburu untuk diperdagangkan sebagai satwa peliharaan dan juga diambil dagingnya. Salah satu lokasi penting perdagangan lutung jawa adalah di sepanjang jalan Saradan-Ngawi, Jawa Timur. Lutung yang sudah dilindungi undang-undang itu dijual bebas di pinggir jalan raya. Untuk menarik minat pembeli, sebagian dari lutung itu dicat warna merah kekuningan.

Lutung jawa juga banyak diperdagangkan di pasar burung, antara lain Pasar Burung Pramuka Jakarta. Bratang Surabaya, Kupang Surabaya, Sukahaji Bandung dan Ngasem Yogyakarta. Lutung dijual seharga Rp 150.000 – 250.000 per ekor. Seringkali anak lutung itu juga dijual di depan mall, seperti di Bandung Indah Plaza. Lutung juga dijual dalam bentuk opsetan.

Di Banyuwangi lutung diburu untuk diambil dagingnya. Sebagian masyarakat percaya bahwa daging lutung bisa menyembuhkan penyakit sesak napas. Selain itu daging lutung juga menjadi makanan pelengkap untuk pesta minuman keras. Lutung itu ditangkap dari kawasan Taman Nasional Merubuteri, Alas Purwa, dan Baluran. Daging lutung sebagian besar dikirim ke Bali.

Kukang (Nycticebus coucang)
Kukang adalah salah satu jenis primata favorit dalam perdagangan satwa liar di Indonesia. Bentuknya yang kecil, lucu dan terkesan jinak, menarik pembeli untuk memelihara binatang malam ini. Kukang banyak dijual di pasar burung seperti Pasar Burung Pramuka Jakarta, Sukahaji Bandung, Kupang Surabaya dan Karimata Semarang. Kukang yang dijual dengan harga Rp 150.000 – 300.000 itu juga dijual di depan sejumlah mall, seperti Bandung Indah Plaza dan Tunjungan Plaza Surabaya.

Pada bulan Januari 2003 tertangkap warga Kuwait yang hendak menyelundupkan 91 ekor kukang ke kuwait di Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta. Sayangnya proses hukum kasus ini menjadi kabur. Padahal selain kukang, warga Kuwait tersebut juga berupaya menyelundupkan owa dan berbagai jenis burung.

Sebelum tahun 2000-an kukang banyak ditangkap dari kawasan hutan di Sukabumi Jawa Barat. Namun kini pemburu semakin sulit mendapatkan kukang dari hutan di Jawa Barat. Untuk memenuhi kebutuhan pasar di Jawa, kukang didatangkan dari Sumatera dan Kalimantan. Pemantuan ProFauna menunjukan di tahun 2002 sedikitnya 5000 kukang asal Sumatera diselundupkan ke Pulau Jawa lewat Lampung.

Di Bali, kukang juga dijual dalam bentuk opsetan dan kerangkanya. Sebagian kecil masyarakat percaya bahwa kulit kukang mampu menolak bahaya bagi pemiliknya, termasuk bisa menangkal ilmu hitam.

Orangutan (Pongo pygmaeus)
Setiap tahunnya sekitar 1000 ekor orangutan asal Kalimantan diselundupkan ke Jawa dan juga ke luar negeri. Dari Kalimantan orangutan itu diselundupkan bersama kapal penumpang dan juga kapal barang. Sebagian besar kini lewat pelabuhan laut di Semarang dan Surabaya.
Di pasar burung di Jawa seekor orangutan dijual seharga Rp 3 – 5 juta per ekor. Semakin muda usianya, semakin mahal harganya. Di pasaran internasional seekor orangutan bisa laku US$ 45.000. Sekitar 95% orangutan yang dijual adalah masih belum dewasa.

samping kiri: Orangutan yang menjadi favorit pedagang satwa untuk mengeruk keuntungan tinggi. Penyelundupan orangutan ke luar negeri diduga melibatkan oknum aparat.

Orangutan diselundupkan ke luar negeri dengan menggunakan pesawat terbang lewat Bandara Soekarno Hattta dan Bandara Manado, juga dengan kapal laut lewat Medan Sumatera Utara. Orangutan juga masuk ke Malaysia lewat perbatasan Kalimantan Barat - Malaysia. Untuk menyelundupkan bayi orangutan ke luar negeri dengan pesawat, biasanya orangutan itu dibius terlebih dahulu. Meski masih bayi, ukuran orangutan relatif besar sehingga semestinya mudah didektesi oleh petugas di bandara tentang penyelundupan orangutan ini.

Orangutan yang berhasil diselundupkan ke luar negeri kemudian dipekerjakan di industri sirkus atau kebun binatang. Salah satu skandal besar orangutan asal Indonesia yang digunakan untuk pertunjukan tinju adalah orangutan yang ada di Safari World Thailand. Ratusan ekor orangutan yang malang berada di Safari World.

Owa (Hylobates sp)
Sekitar 3000 ekor owa asal Kalimantan dan Sumatera ditangkap dari hutan untuk diperdagangkan sebagai satwa peliharaan. Meski semua jenis owa telah dilindungi undang-undang, perdagangan owa masih terjadi di banyak pasar burung. Berbagai jenis owa, termasuk jenis owa langka seperti siamang kerdil (Hylobates clossi) dari Mentawai, Sumatera Barat, masih bisa ditemukan di Pasar Burung Barito dan Pramuka Jakarta.

Owa jawa (Hylobates moloch) yang endemik Jawa juga masih dijual di Pasar Burung Sukahaji bandung dan Pramuka Jakarta. Owa yang sudah langka ini ditangkap dari beberapa kawasan taman nasional yang ada di Jawa Barat. Di pasaran domestik, owa dijual seharga Rp 1-3 juta per ekor.


Penyu hijau (Chelonia mydas)
Pada tahun 1999 ProFauna mengungkap fakta tentang perdagangan sekitar 27.000 ekor penyu hijau di Tanjung Benoa Bali. Ribuan penyu itu ditangkap dari perairan di luar Bali seperti Flores, Maluku, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Penyu itu kemudian dibunuh untuk diambil dagingnya untuk dibuat sate. Bali dianggap sebagai pusat pembantaian penyu terbesar di dunia.

Pada bulan Juli 2001 Polisi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali Departemen Kehutanan melakukan operasi penyitaan besar-besaran terhadap perdagangan penyu di Bali. Sejumlah pedagang penyu telah divonis penjara, yang tertinggi adalah 1 tahun.

Setelah tahun 2001 perdagangan penyu di Bali menurun sampai 80%. Namun demikian perdagangan penyu di Bali masih terjadi secara sembunyi-sembunyi, meski patroli dari Polisi Air Polda Bali terus dilakukan secara intensif. Kini modus pengiriman penyu ke Bali juga dilakukan dengan cara menyelundupkannya dalam bentuk potongan daging. Dengan modus baru ini maka petugas akan kesulitan mengidentifikasi daging penyu tersebut.

Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
Tahun 80-an pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, dikenal sebagai pelabuhan utama untuk pintu keluar ekspor produk penyu sisik. Pada tahun 1992 penyu sisik dinyatakan sebagai satwa dilindungi, dengan demikian perdagangan penyu sisik baik hidup maupun bagian-bagian tubuhnya (termasuk karapasnya) adalah dilarang. Sejak dilindunginya penyu sisik dan perdagangan internasional penyu sisik untuk kepentingan komersil juga dilarang, perdagangan penyu sisik menurun drastis. Namun tidak berhenti total, karena produk penyu sisik masih dijual bebas di yogyakarta dan Makassar.

Kini pusat perdagangan produk yang terbuat atau mengandung karapas penyu sisik adalah terpusat di Kota Gede Yogyakarta. Produk penyu sisik dijual bebas di banyak toko suvenir di Jalan Malioboro dan Kota Gede Yogyakarta. Sementara itu perdagangan produk penyu sisik juga terjadi di Poutere Makassar dan Teluk Penyu Cilacap, Jawa Tengah.

ProFauna telah meluncurkan laporan tentang perdagangan penyu sisik di Indonesia pada tahun 2003. Laporan tersebut telah diserahkan ke Departemen Kehutanan. Namun sampai kini tidak ada upaya nyata dari aparat penegak hukum di Yogyakarta yang menjadi pusat perdagangan penyu sisik untuk menindak perdagangan ilegal tersebut.

Nuri dan Kakatua
Lebih dari 100.000 ekor burung nuri dan kakatua setiap tahunnya ditangkap dari alam Papua dan Maluku untuk diperdagangkan. Burung tersebut kemudian dikirim ke Jawa dengan menggunakan pesawat dan juga kapal laut, termasuk dengan menggunakan kapal perang. Salah satu pusat perdagangan burung nuri dan kakatua di Jawa adalah di Pramuka Jakarta dan Pasar Turi Surabaya. Dari Pasar Burung Pramuka, burung itu kemudian diselundupkan ke Singapura. Burung yang diselundupkan ke luar negeri juga diklaim sebagai hasil penangkaran, padahal itu adalah hasil tangkapan dari alam.

Penangkapan burung nuri dan kakatua di alam juga sering mengabaikan kuota tangkap yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Kelestarian Alam (PHKA). Investigasi ProFauna tahun 2001-2002 mengungkap praktek penangkapan ilegal burung kakatua putih (Cacatua alba) di Maluku utara. Pada waktu itu tidak ada kuota tangkap untuk kakatua putih, namun ironisnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Ternate, Maluku Utara, mengeluarkan ijin tangkap dan transportasi burung tersebut. Burung tersebut kemudian dikirim ke sejumlah eksportir satwa di Jakarta.

Sebanyak 47% burung nuri dan kakatua yang diperdagangkan di pasar burung adalah termasuk jenis yang dilindungi undang-undang. Beberapa jenis dilindungi yang banyak diperdagangkan antara lain nuri kepala hitam (Lorius lory), kakatua tanimbar (Cacatua goffini), kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea), bayan (Eclectus roratus) dan kakatua seram (Cacatua moluccensis). Burung nuri dan kakatua itu dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 150.000 hingga Rp 1,5 juta per ekor.

Beruang Madu (Helarctus malayanus)
Perdagangan beruang madu hidup dan bagian-bagian tubuhnya masih banyak terjadi di Indonesia. Investigasi ProFauna tahun 2001 menunjukan bahwa 64,5% toko obat tradasional di Indonesia menjual obat yang mengandung empedu beruang. Selain empedu, bagian tubuh beruang lainnya yang sering dijual adalah cakar, taring dan telapak tangannya.
Beruang madu termasuk jenis satwa yang dilindungi undang-undang, sehingga mestinya perdagangan bagian tubuhnya juga dilarang. Namun perdagangan bagian tubuh beruang masih tinggi di sejumlah kota seperti Jakarta, Pontianak, Medan, dan Surabaya. Obat-obatan yang mengandung empedu beruang itu sebagian besar diimpor dari Cina dan dijual dengan harga bervariasi antara Rp 7000 – 300.000. Variasi harga obat tersebut tergantung jenis obat dan khasiatnya.

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
Harimau sumatera adalah harimau loreng yang tersisa di Indonesia setelah harimau bali dan harimau jawa dianggap punah. Meski populasi di alam terus menurun, perburuan harimau sumatera untuk diperdagangkan masih berlanjut di Bengkulu, Lampung dan Jambi, Sumatera. Harimau tersebut sebagian besar dijual dalam bentuk opsetan. Selain dalam bentuk opsetan, bagian-bagian tubuh harimau seperti cakar, taring dan tulangnya juga banyak diminati oleh sebagin masyarakat. Opsetan seekor harimau dijual seharga Rp 4 – 10 juta.

Pemantuan ProFauna di Bengkulu Sumatera menunjukan bahwa pembeli bagian tubuh harimau itu sebagian besar malah pejabat pemerintah dan pengusaha. Ini ironis sekali karena harimau sumatera telah dinyatakan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang.

Kura-Kura
Setiap tahunnya berton-ton kura-kura dari berbagai jenis diselundupkan ke luar negeri. Sebagian besar penyelundupan tersebut melalui Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya. Kura-kura tersebut sebagian besar diselundupkan ke Cina dan Hongkong.

Beberapa kali petugas BKSDA dan polisi berhasil menggagalkan upaya penyelundupan tersebut, namun usaha penyelundupan kura-kura masih terus berlangsung hingga kini. Beberapa jenis kura-kura yang diselundupkan adalah termasuk jenis yang dilindungi seperti kura-kura irian (Carrettochelys insculpta).

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
Monyet ekor panjang memang belum masuk daftar satwa yang dilindungi undang-undang, namun penangkapan monyet ekor panjang untuk diperdagangkan ada kuota yang membatasinya. Sebagai contoh, kuota tangkap monyet ekor panjang tahun 2003 adalah sebesar 1500 ekor dan tahun 2004 sebesar 2000 ekor. Kuota tangkap itupun hanya sebagai induk penangkaran, bukan untuk dijual langsung di pasar atau diekspor.

Pemantauan ProFauna di berbagai daerah menunjukan sedikitnya 15.000 ekor monyet ekor panjang ditangkap dari alam untuk diperdagangkan. Sebagian besar monyet tersebut ditangkap dari Lampung, Jambi, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Monyet tersebut diperdagangkan sebagai satwa peliharaan, juga untuk dijual dalam bentuk daging. Pada tahun 2001 ProFauna bersama Yayasan Alas membongkar praktek pembantaian monyet di Lampung untuk diambil dagingnya dan dijual di sejumlah restoran di Bandar Lampung. Pada waktu itu sedikitnya ada 1500 ekor monyet yang dibantai di Bandar Lampung dalam setahun.

indonesia.profauna.org/kampanye-profauna3.html

Jumat, 16 Mei 2008

408 Jenis Satwa Liar Indonesia Terancam Punah

Sekitar 408 jenis satwa liar di Indonesia terancam punah akibat maraknya praktik perdagangan dan perburuan satwa ilegal, pembukaan areal tambang yang tidak terkendali, serta perambahan hutan yang merusak habitat.

Kekhawatiran itu disampaikan oleh sekitar 25 mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Mulawarman (IMAPA Unmul) yang berunjukrasa di simpang empat Mall Lembuswana, Samarinda, Kaltim, Kamis sore.

"Aksi ini kami lakukan untuk memperingati Hari Konservasi Perdagangan Satwa Liar yang jatuh pada tanggal 6 Maret," ungkap Koordinator aksi unjukrasa IMAPA Unmul, M. Arif Nashari ditemui di sela-sela unjukrasa.

Selain melakukan orasi dan membagi-bagikan selebaran yang berisi seruan untuk menghentikan eksploitasi satwa liar, aksi unjukrasa yang mulai berlangsung sekitar pukul 16. 30 wita itu juga diwarnai aksi teatrikal dengan membuat kandang persis di tengah jalan.

Dalam aksi teatrikal itu yang mengundang perhatian pengguna jalan tersebut, dua mahasiwa berada dalam kandang yang digambarkan sebagai orangutan yang akan diperdagangkan.

"Orangutan yang hidup di Kalimantan salah satu satwa liar yang menjadi incaran para pemburu untuk diperdagangkan. Aksi teatrikal ini menggambarkan, perlakuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kehidupan satwa liar yang populasinya kian kecil,"ujar M. Arif Nashari.

Data IMAPA Unmul tercatat, dari 300 ribu satwa liar yang ada di dunia, 17 persen diantaranya hidup di hutan Indonesia. Sebanyak, 515 jenis mamalia dan 1539 jenis burung serta 45 persen jenis ikan di dunia hidup di perairan Indonesia.

Dari data tersebut, jumlah satwa liar yang terancam punah di Indonesia yakni 147 jenis mamalia, 114 jenis burung, 28 jenis reptil, 91, jenis ikan dan 28 jenis invertebrata.

"Sungguh sangat memprihatinkan, Idonesia yang dikenal sebagai negara kaya Sumber Daya Alam (SDA) namun ratusan jenis satwa liarnya terancam punah akibat kurangnya perhatian pemeirntah dalam melindungi satwa-satwa itu,"ungkap Korlap IMAPA Unmul tersebut.

Dikatakan, perdagangan satwa liar menjadi ancaman serius bagi kelestarian habitat satwa langka di Indonesia. M. Arif Nahari mengungkapkan, 95 persen satwa yang dijual di paar merupakan hasil tangkapan alam dan bukan hasil penangkaran. Lebih dari 20 persen satwa liar yang dijual di pasaran, kata dia mati akibat sistem pengangkutan yang tidak layak.

"Berbagai jenis satwa dilindungi terancam punah akibat masih diperdagangkan secara bebas di Indonesia. Semakin langka satwa itu, harganyapun kian mahal sehingga banyak satwa-satwa langka di Indonesia menjadi incaran untuk dijual ke luar negeri,"ujarnya.

Perdagangan satwa liar kata M. Arif Nashari diperkirakan beromzet sembilan triliun per tahun. Orangutan kata dia, dibeli dari pemburu Rp 50 per ekor lalu dijual lagi menjadi Rp 3 juta per ekor. Harga tersebut berubah saat dipasarkan ke pasar-pasar penjualan satwa liar Asia-Tenggara menjadi $ 15 Dollar AS dan naik $ 45 Dolar AS ketika dijual di pasar Amerika.

Salah satu penyebab terancam punahnya satwa liar itu yakni perambahan hutan yangtidak bertanggung jawab. Data IMAPA Unmul, laju kerusakan hutan mencapai 3,8 juta hektar per tahun.

"Kami mendesak pemerintah untuk menghentikan laju kerusakan hutan yang menjadi habitat satwa liar yang ada di Indonesia. Kami juga meminta petugas yang berwenang (bea cukai dan kepolisian serta instansi terkait) bertindak tegas terhadap pelaku perdagangan satwa liar,"kata Korlap IMAPA Unmul itu.

Oleh karena itu saatnya kita mencegah kepunahan itu karena satwa liar juga merupakan salah satu warisan bangsa.